September 2009 UNESCO memberikan pengakuan internasional kepada batik Indonesia ke dalam Daftar Representatif sebagai Budaya Bukan Benda Warisan Manusia secara resmi pada sidang UNESCO di Abu Dhabi. Maka setiap tanggal 2 Oktober kita memperingati Hari Batik. Yang menjadi penilaian UNESCO adalah Non Benda Warisan Budaya Manusia, yakni proses membatik. Artinya bukan sekadar membuat pola atau melukis corak batik, namun mulai proses persiapan bahan, pewarnaan, pengucian warna hingga menjadi hasil yang terlihat nyata pada media yang digunakan, baik kain atau lainnya. Itulah yang disebut batik.
Batik Indonesia dinilai sarat teknik, simbol, dan budaya yang terkait dengan kehidupan masyarakat. Sebab Batik tidak lepas dari sejarah kerajaaan di masa lalu. Hal itu berdasarkan sebuah mitos pada abad ke-7, dimana seorang pangeran dari Pantai Timur Jenggala bernama Lembu Amiluhur memperisteri seorang puteri bangsawan dari Koromandel. Puteri tersebut mengajari seni membatik, menenun, dan mewarnai kain kepada para dayangnya. Dari itulah orang-orang Jawa memiliki kemampuan membatik.
Awalnya batik merupakan kesenian gambar di atas kain yang dikhususkan untuk pakaian keluarga para raja Jawa dan pengikutnya. Batik hanya dikerjakan terbatas dalam lingkungan keraton. Namun karena banyak pengikut raja bertempat tinggal di luar keraton, maka kesenian batik ini dibawa ke luar keraton dan dikerjakan di rumah masing-masing abdi dalem.
Adapun jenis dan corak batik tradisional sendiri tergolong sangat banyak. Corak dan variasinya disesuaikan dengan filosofi dan budaya masing-masing daerah yang memiliki kebudayaan atau tradisi batik. Sehingga keragaman corak batik masing-masing baik dari sisi gambar atau pewarnaan memiliki khasnya sendiri.