Seiring jaman, perkembangan teknologi pengolah pangan semakin pesat, ekstraksi rasa semakin banyak diproduksi melalui proses kimiawi, sehingga produk-produk instan dengan mudah kita dapatkan dengan harga yang terjangkau. Namun disisi lain, di sudut gang kecil ditengah kota Bandung ada seseorang yang dengan setia nya mempertahankan kearifan cita rasa lokal, melayani para pelanggannya yang semakin waktu semakin sedikit, mengolah dan menyajikan nya dengan keaslian rasa.
Pak Romli adalah satu dari beberapa dari penjual Bandrek & Bajigur yang ada di kota Bandung, pria paruh baya tersebut adalah satu satu nya anak dari 12 bersaudara yang meneruskan usaha bandrek milik bapaknya dulu, ketika bapaknya sudah tidak mampu lagi berjualan. Mata pencaharian beliau yang sebelumnya adalah kuli bangunan tetap dia lakukan pagi hingga sore hari, malam harinya dia mulai menjajakan dagangan Bandrek dan Bajigur ini.
Semenjak putra putrinya mulai dewasa, kondisi tersebut sekarang sudah tidak dia lakukan lagi, kesehariannya beliau sekarang hanyalah berjualan bandrek dan bajigur saja. Di dalam gerobak dagangannya, selain Bandrek dan Bajigur beliau juga menjual beberapa makanan lokal yang kini mulai dilupakan seperti ketela rebus, ubi rebus, pisang rebus, ciu, dan ketimus yang dari dulu merupakan makanan khas teman dari minuman Bajigur dan Bandrek.
Pak romli dan daganganya adalah saksi bisu perkembangan jaman, keikhlasan dan rasa cinta terhadap pekerjaanya adalah kunci keberlangsungan usahanya sampai sekarang, walau daganganya sudah tidak seramai seperti jaman dulu, Tanpa disadari, Pak Romli adalah salah satu aset kebudayaan daerah, beliau turut dalam melestarikan budaya yang diciptakan nenek moyang kita dengan cita rasa yang asli yang seharusnya perlu kita hargai dan lestarikan kembali.