Atap bangunan zaman dahulu hingga abad ke-19 terbuat dari bahan alam seperti daun dan rumput. Salah satunya atap daun Nipah yang Rekam Indonesia temui di Kalimantan Tengah. Menggunakan atap dengan jenis daun dan rumput selain ramah lingkungan, juga terasa lebih sejuk. Dalam sejarahnya, atap daun Nipah atau atap alang-alang juga digunakan di seluruh penjuru dunia, dari Eropa, Afrika, serta Asia. Hanya saja bahan atau jenis rumput yang digunakan berbeda-beda - sesuai dengan tumbuhan di tiap-tiap wilayah. Ada yang menggunakan rumput alang-alang (ilalang), daun Lontar, daun Kelapa, daun Enau, daun Kirai dan daun Nipah. Teknis serta proses pembuatan dan pemasangannya juga berbeda-beda sesuai dengan tradisi di wilayah masing-masing. Hal tersebut dimungkinkan karena proses produksinya sangat tradisional serta konvensional karena tidak memerlukan teknolgi yang canggih. Semuanya terbuat dari alam termasuk pengikatnya. Untuk daya tahan penggunaannya berkisar antara 5 tahun hingga 10 tahun tergantung kerusakannya untuk diganti dengan bahan yang baru. Atap Nipah ini sebagai warisan budaya dari orang-orang terdahulu dengan pemanfaatan dari alam agar ramah lingkungan. Namun kini bangunan yang memakai atap daun atau rumput sudah mulai ditinggalkan. Kita biasanya hanya mendapatkan tempat-tempat makan, saung dan villa yang mengusung konsep bangunan tradisional.